Jumat, 26 Juli 2019

Makalah Konsep Harta Perspektif Al-Qur'an

BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia menurut pandangan Islam memiliki fitrah atas kecenderungan terhadap dorongan dan insting sosial untuk menyukai harta benda, menguasai dan mempertahankannya, dalam beberapa ayat al Qur’an telah mengisyaratkan tentang hal itu. Dalam usaha memenuhi keinginan tersebut seseorang berusaha dengan berbagai aktivitas ekonomi, karena sifat kecenderungan ingin memiliki harta sehingga manusia mau bekerja keras. Allah telah menjadikan harta sesuatu yang indah dalam pandangan manusia, manusia diberi tabiat alamiah mempunyai kecintaan terhadap harta. Allah telah menerangkan dalam al-Qur’an “Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan”. (QS. Al-Fajr:20)
Kecintaan manusia terhadap harta ini harus mendapatkan bimbingan wahyu yang mengarahkan bahwa harta bukan tujuan hidup, akan tetapi hanya sebagai sarana yang harus dipertanggung jawabkan kepada Allah. Harta dalam Islam dianggap sebagai bagian dari aktivitas dalam kehidupan yang dijadikan oleh Allah untuk membantu proses tukar-menukar (jual beli), dan juga digunakan sebagai ukuran terhadap nilai. Syariat Islam dengan kaidah dan konsepnya akan mengontrol cara untuk mendapatkan harta, menyalurkan, proses pertukaran dengan barang lain serta pengaturan hak-hak orang dalam harta itu.
Disisi lain bahwa semua harta atau kekayaan yang ada di bumi ini pada hakekatnya adalah milik Allah SWT secara mutlak dan tunduk kepada aturan yang telah digariskanNya. Oleh karena itu manusia berkewajiban merasa terikat dengan perintah dan ajaran Allah tentang harta, hak milik manusia bersifat tidak mutlak dalam hal kepemilikan harta. Manusia pada hakekatnya hanya mempunyai hak untuk menggunakan dan mengatur harta itu sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan, sehingga memberikan kesejahteraan kepada seluruh umat manusia. Dan semua yang ada di langit dan di bumi ini sebenarnya diperuntukkan bagi manusia untuk keperluan hidupnya. Sebagaimana firman Allah “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu …”  (QS. Al-Baqarah : 29).
Secara logika dapat dipastikan segala yang diciptakan Allah SWT bagi manusia pasti mencukupi untuk seluruh umat manusia. Persoalan kepemilikan timbul ketika manusia berkumpul dan berinteraksi membentuk suatu komunitas untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka kelangsungan hidupnya. Dalam realitas kehidupan dijumpai ada sekelompok manusia yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya bahkan sampai berlebih, di sisi yang lain tidak sedikit kelompok manusia lain yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Berangkat dari statement diatas, maka kesempatan ini akan dibahas mengenai harta dalam perspektif Al-Qur’an.
Rumusan Masalah
Apa definisi harta ?
Bagaimana konsep kepemilikan harta berdasarkan kapitalis, marxis/sosial, dan Islam ?
Macam-macam fungsi harta ?

Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui apa definisi harta
Untuk mengetahui konsep kepemilikan harta berdasarkan kapitalis, marxis/sosial, dan Islam
Untuk mengetahui macam-macam fungsi harta



BAB II
PEMBAHASAN
Definisi Harta
Dalam bahasa Arab harta disebut juga dengan lafaz اموال ج مال  yang berarti cenderung atau senang. Sepertinya harta dinamai demikian, karena hati manusia selalu cenderung dan senang kepadanya. Al-Qur’an juga telah menegaskan demikian, sebagaimana dalam QS. Ali-’Imran (3): 14

“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik”.
Wahbah al-Zuhaily mengemukakan bahwa secara etimologi (bahasa), harta adalah sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh manusia, baik berupa benda yang tampak seperti emas, perak, hewan, tumbuh-tumbuhan maupun (yang tidak tampak), yakni manfaat seperti kendaraan, pakaian dan tempat tinggal.
Menurut terminologi (istilah), terdapat dua definisi yang dikemukakan fuqaha, yaitu:
Ulama Hanafiyah adalah harta adalah segala sesuatu yang dapat diambil, disimpan, dan dapat dimanfaatkan.
Jumhur Ulama adalah segala sesuatu yang bernilai dan mesti rusaknya dengan menguasainya.
Berdasarkan definisi ulama Hanafiyah dapat dipahami bahwa yang termasuk harta adalah sesuatu yang dapat dikuasai, dipelihara dan dimanfaatkan. Sedangkan definisi jumhur ulama lebih terfokus bahwa harta adalah segala sesuatu yang bernilai, yang diutamakan adalah manfaatnya bukan zatnya (benda). Definisi kalangan jumhur ulama tersebut, lebih luas cakupannya, sehingga segala sesuatu yang dimiliki manusia yang memiliki nilai dan manfaat, misalnya tanah, uang, kendaraan, rumah, perhiasan, termasuk juga pakaian, perabotan rumah tangga, hasil perkebunan, hasil karya cipta dan lain-lain, termasuk kategori harta.
Yusuf Qardhawi mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan harta (alamwaal) merupakan bentuk jamak dari kata maal yang artinya segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya. Atas dasar ini, maka segala yang disimpan dan dimiliki manusia termasuk kategori harta.
Jika merujuk pada QS. Al-Jum’ah (62):10 Al-Qur’an menamakan harta tersebut dengan fadhlullah (kelebihan/rezeki atau anugerah Allah). Dengan demikian apapun kelebihan manusia yang bersumber dari Allah, maka ini  termasuk harta. Lebih spesifik lagi bahwa apapun yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan di dunia, merupakan harta baik berupa uang, tanah, kendaraan, rumah, perabotan rumah tangga, perhiasan, hasil perkebunan, hasil perikanan, pakaian dan lain-lain.
Konsep Kepemilikan Harta
Kapitalis
Faham kapitalisme adalah suatu aliran perekonomian yang ditandai dengan berkuasanya “kapital” (modal). Artinya segala praktik perekonomian hanya diukur oleh ada dan besarnya-kecilnya modal tanpa mempertimbangkan faktor tenaga, keterampilan dan kerja.
Dalam pandangan ekonomi kapitalis manusia dianggap memiliki hak milik yang mutlak atas alam semesta, karena ia bebas untuk memanfaatkan sesuai dengan kepentingannya. Manusia dapat mengeksplorasi semua sumber daya ekonomi yang dipandangkan akan memberikan kesejahteraan yang optimal baginya, dalam jumlah berapa saja dan dengan cara apa saja.
Sikap individualis yang liberalis menjadi ciri kapitalisme yang menonjol. Manusia berhak atas harta dan kekayaan alam asalkan mampu untuk membelinya. Sektor produksi, peralatan produksi dan semua sarana yang menjadi kepentingan umum dapat dimiliki secara pribadi. Mereka berhak memanfaatkan dan mendistribusikannya tanpa harus mempertimbangkan pihak luar. Mereka dapat menjual hasil-hasil produksi dengan harga yang diinginkan.
Orientasi berpikir kapitalis adalah keuntungan. Apapun dapat dilakukan untuk mendapatkan laba dari modal yang dimiliki. Kapitalisme dapat melahirkan motivasi kerja yang tinggi. Kebebasan yang diberikan dapat memberikan semangat untuk mencapai kemenangan yang setinggi-tingginya. Dimana hasil ini merupakan buah kemenangan yang menjadi hak milik pribadi yang mutlak. Motivasinya adalah laba yang dinikmati secara individualis. Orientasi terhadap laba tersebut mempertegas kapitalisme sebagai bagian dari materialisme.
Marxis/Sosial
Faham sosialisme menitik beratkan perhatiannya pada nilai-nilai sosial, kemasyarakatan, atau kebersamaan secara murni. Kepemilikannya atas sektor ekonomi, peralatan produksi, dan sumber kekayaan alam yang ada dalam negara dikuasai mutlak oleh negara untuk kepentingan bersama. Kepemilikan individu dalam sosialisme merupakan kepemilikan kolektif masyarakat atau negara, sehingga individu-individu tidak berhak untuk memilikinya. Jadi, masyarakat atau negara berada di atas individu. Faham ini merupakan kebalikan dari kapitalisme.
Pada konsep sosialisme kesejahteraan manusia berjalan secara bersama-sama. Tidak ada seseorang atau satu kelompok yang lebih sejahtera kehidupannya dibanding kelompok lain. Disini persaingan bisnis antara individu atau kelompok pun lenyap dengan sendirinya. Laba sebagai buah dari usaha kerasnya diganti dengan pelayanan sosial. Artinya seseorang bekerja untuk motif pelayanan sosial bukan motif laba. Segala macam produksi diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan sosial bukan perseorangan.
Islam
Dalam Islam kepemilikan dikenal dengan nama al-milkiyah. Al-Milkiyah secara etimologi berarti yang kepimilikan. Al-milkiyah memiliki arti yaitu sesuatu yang dimiliki dan dapat dimanfaatkan oleh seseorang. Dan pengertian lain al-milk adalah pemilikan atas sesuatu (al-mal atau harta benda) dan kewenangan seseorang bertindak bebas terhadapnya.
Islam sangat mengakui hak kepemilikan pribadi dan sudah sewajarnya manusia cinta akan harta. Bahkan Islam pun secara tegas menyatakan bahwa kekayaan alam yang diciptakan Tuhan itu untuk manusia. Namun kepemilikan tersebut tidak bersifat mutlak karena pemilik mutlak sesungguhnya adalah Allah SWT.
Kepemilikan kolektif diakui Islam dengan menyatakan bahwa harta kekayaan yang dimiliki oleh seseorang pada dasarnya tidak secara utuh menjadi haknya, tetapi di dalam harta itu terdapat hak milik orang-orang fakir dan miskin. Perintah untuk mengeluarkan zakat, berinfak, dan bersedekah yang banyak disebutkan dalam Al-Qur’an merupakan bagian dari makna hak kolektif. Pernyataan tersebut menghubungkan kata al-mal kepada Allah.
Kata mal kepada Allah mempunyai arti bahwa di dalam harta manusia terdapat fungsi sosial yang harus diberikan sebagai hak kelompok. Oleh karena itu kesalahan atau kekeliruan dalam menggunakan dan mendistribusikan harta tidak akan terjadi yang pada akhirnya tercipta kesejahteraan individu dan kelompok.
Islam mengakui hak kepemilikan pribadi itu sudah sejalan dengan watak dan fitrah manusia. Karena manusia tidak bekerja kecuali terdapat motivasi untuk bekerja. Tidak diragukan lagi bahwa kepemilikan manusia merupakan hasil usaha dan sekaligus menjadi motivasi yang paling penting dalam aktivitas kemanusiaanya.
Berbeda dengan konsep kepemilikan lainnya, Islam sangat memperhatikan kebutuhan spiritual. Artinya pencapaian kepuasan dan kebahagiaan hidup tidak hanya difasilitasi oleh tercukupinya kebutuhan material tetapi juga spiritual. Perhatian besar dan pengalaman yang seimbang akan dua kebutuhan ini akan dapat mengatur secara benar proses perolehan dan pengelolaan hak milik seseorang dengan melakukan pembatasan yang teratur atas hak individu dan kelompok.
Fungsi Harta
Harta merupakan amanah dari Allah SWT, manusia hanyalah pemegang amanah karena memang tidak mampu mewujudkan harta dari tiada.
Harta berfungsi sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia boleh menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai, dan menikmati harta. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam Al-Qur’an, surat Ali Imran ayat 14 :
“Dihiaskan kepada manusia, mencintai syahwat (keinginan nafsu), seperti perempuan-perempuan, anak-anak., dan harta benda yang banyak dari emas, perak, kuda yang baik, binatang-binatang ternak, dan tanaman-tanaman. Demikianlah kesukaan hidup dunia dan di sisi Allah tempat kembali yang sebaik-baiknya (yaitu surga).”
Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut tentang cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an, surat Al-Anfal, 8:28 :
“Dan ketahuilah, bahwa harta dan anak-anakmu menjadi fitnah (ujian) dan sesungguhnya di sisi Allah pahala yang besar.”
Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan muamalah di antara sesama manusia, melalui kegiatan zakat, infaq, dan sedekah. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam Al-Qur’an, surat At-Taubah ayat 41 :
“Keluarlah kamu (ke medan pertempuran) dengan berjalan kaki atau berkendaraan dan berjuanglah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Demikian itu lebih baik bagimu.”
Harta berfungsi juga untuk meneruskan kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya, seperti yang tertulis dalam firman Allah Al-Qur’an, surat An-Nisa’ ayat 9 :
“Dan hendaklah mereka takut jika sekiranya mereka meninggalkan anak-anak yang masih lemah di belakangnya, takut akan terlantar anak-anak itu, maka hendaklah mereka takut kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang betul.”
Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat. Rasulullah SAW bersabda: “bukanlah orang yang baik, yang meninggalkan masalah dunia untuk masalah akhirat, dan yang meninggalkan masalah akhirat untuk urusan dunia, sehingga seimbang diantara keduanya, karena masalah dunia adalah menyampaikan manusia kepada masalah akhirat”. (H.R. Al-Bukhari).
Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menuntut ilmu tanpa modal akan terasa sulit, misalnya seorang tidak bisa kuliah di perguruan tinggi , karena tidak memiliki biaya.
Untuk menumbuhkan silaturrahim, karena adanya perbedaan dan keperluan. Misalnya Ciamis merupakan daerah penghasil Galendo, Bandung merupakan daerah penghasil kain, maka orang Bandung yang membutuhkan Galendo akan membeli produk orang Ciamis tersebut dan begitupun sebaliknya. Dengan begitu terjadilah interaksi dan komunikasi silaturrahim dalam rangka saling mencukupi kebutuhan. Oleh karena itu, perputaran harta dianjurkan Allah dalam Al-Qur’an.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kita dapat menyimpulkan bahwa telah diketahui terdapat beberapa pengertian harta, yang pada intinya definisi harta itu sendiri adalah sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk  bisa menyimpan dan memilikinya, yang mempunyai nilai serta manfaat dan merupakan rezeki atau anugrah dari Allah SWT.
Dari pengertian harta dan keinginan manusia untuk memilikinya, akan bergantung pada konsep kepemilikan yang dianutnya. Dalam hal ini ada beberapa konsep kepemilikan harta yaitu kapitalisme, sosialisme, dan Islam. Serta harta memiliki banyak fungsi bagi kehidupan manusia.
Perspektif Al-Qur’an manusia hanya memiliki hak untuk mengelola dan menggunakan, sedang kepemilikan mutlak adalah milik Allah.










DAFTAR PUSTAKA
http://www.informasiahli.com/2016/11/pengertian-harta-unsur-unsur-fungsi-harta-dan-pembagian-harta.html. Diakses pada 26 Februari 2019 pukul 17:05.
Dede Nurohman, Memahami Dasar-Dasar Ekonomi Islam, Yogyakarta: Teras, 2011, cet. I, hlm. 82.

Ambok Pangiuk, Kepemilikan Ekonomi Kapitalis dan Sosialis (Konsep Tauhid Dalam Sistem Islam), http://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://media.nelti.com/media/publications/ , hlm. 4. Diakses pada 01 Maret 2019 pukul 20:18

Rizal, Eksistensi Harta Dalam Islam (Suatu Kajian Analisis Teoris), journal.stainkudus.ac.id , hlm.101-102. Diakses pada 04 Maret 2019 pukul 19:07.

 Muhammad Nizar, Sumber Dana Dalam Pendidikan Islam (Kepemilikan Harta Dalam Perspektif Islam), jurnal.yudharta.ac.id , hlm. 379-381. Diakses pada 04 Maret 2019 pukul 20:24

Dahlia Haliah Ma’u, Harta Dalam Perspektif Al-Qur’an, https://jurnaliainpontianak.or.id, hlm. 88-89. Diakses pada 04 Maret 2019 pukul 21:36

Tidak ada komentar:

Posting Komentar