Jumat, 26 Juli 2019

Makalah Makelar dalam Perspektif Al-Qur'an

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di zaman serba modern ini berbagai bidang dapat dimasuki perusahaan atau industri akibat perubahan yang cepat dalam selera, teknologi, dan persaingan. Untuk menghadapi persaingan, maka perusahaan perlu melaksanakan usaha kegiatam pemasaran dengan menggunakan saluran distribusi yang tepat sehingga tujuan dapat dicapai. Tujuan utama perusahaan pada intinya sama, yaitu dapat meningkatkan volume penjualan sehingga laba yang dihasilkan akan terus meningkat, namum tanpa meninggalkan kepuasan yang dirasakan oleh konsumen.
Perkembangan dunia dewasa mengalami peningkatan yang cukup pesat. Peningkatan itu disebabkan karena kebutuhan manusia yang semakin komplek. Sehingga hal ini mendorong perusahaan untuk memenuhi akan permintaan suatu kebutuhan.
Dalam proses jual beli kita temui para manusia yang ingin membantu dalam memenuhi kebutuhan, baik berupa usaha dengan modal sendiri maupun dengan jalan sebagai perantara atau penghubung dalam proses transaksi jual beli yang kita kenal dengan makelar.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
Apa Definisi dari Makelar ?
Bagaimana Peranan Makelar dalam Bisnis ?
Bagaimana Pandangan Al-Qur’an Terhadap Makelar ?




Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui definisi dari Makelar
Untuk mengetahui peranan makelar dalam bisnis
Untuk mengetahui bagaimana pandangan Al-Qur’an terhadap makelar


BAB II
PEMBAHASAN

Definisi Makelar
Makelar dalam kitab-kitab Fiqh terdahulu disebut dengan istilah “Samsarah” atau “Simsarah”. Makelar adalah pedagang perantara yang berfungsi menjualkan barang orang lain dengan mengambil upah tanpa menanggung risiko, dengan kata lain makelar ialah penengah antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli. Makelar yang terpercaya tidak dituntut risiko sehubungan dengan rusaknya/hilangnya barang dengan tidak sengaja.
Makelar ialah seorang perantara antara si penjual dan si pembeli barang. Pekerjaan makelar ialah mengadakan perjanjian-perjanjian atas nama perintah dan biaya orang lain.
Pekerjan makelar hukumnya mubah atau diperbolehkan apabila telah memenuhi ketentuan hukum  Islam.  Sahnya pekerjaan makelar harus memenuhi beberapa syarat, antara lain sebagai berikut :
1. Persetujuan kedua belah pihak (perhatikan Al-Qur'an surat an-Nisa ayat 29)
Q.S An-Nisa menjelaskan bahwa jual beli wajib dilakukan berdsarkan prinsip saling rela antara penjual dan pembeli. Setiap pihak harus menyetujui atau sepakat mengenai  isi materi  akad, tanpa  adanya unsur  paksaan, intimidasi ataupun penipuan.
2. Objek akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan.
Objek akad harus dapat ditentukan dan dapat dilaksanakan oleh para pihak, bukan hal yang tidak nyata.
3. Objek akad bukan hal-hal yang maksiat atau haram
Objek akad merpakan sesuatu yang halal, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan undang-undang, misalnya mencarikan kasino, narkoba, dan sebagainya.
Jumlah imbalan yang harus diberikan kepada makelar adalah menurut perjanjian, sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 1 yang artinya :” Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad (perjanjian-perjanjian) itu.  Dan juga berdasarkan hadits Nabi “ orang-orang Islam itu menurut perjanjian-perjanjiannya”.
Apabila jumlah imbalannya tidak ditentukan dalam perjanjian, maka hal ini dikembalikan kepada adat-istiadat yang berlaku di masyarakat. Misalnya Indoesia menurut tradisi makelar berhak menerima imbalan antara 2,5 % sampai 5 %, tergantung kepada jumlah transaksi. Bila transaksi jual beli kurang dari Rp. 1.000.000,00 imbalannya 5%, sedangkan transaksi yang lebih dari Rp. 1.000.000,00 imbalanya cukup 2,5 %

Peranan Makelar dalam Bisnis
Makelar merupakan profesi yang banyak manfaatnya untuk masyarakat terutama bagi para produsen, konsumen, dan bagi makelar sendiri. Profesi ini dibutuhkan oleh masyarakat sebagaimana profesi-profesi yang lain, karena ada sebagian masyarakat yang sibuk, sehingga tidak bisa mencari sendiri barang yang dibutuhkan, maka dia memerlukan makelar untuk mencarikannya. Sebaliknya, sebagian masyarakat yang lain, ada yang mempunyai barang dagangan, tetapi dia tidak tahu cara menjualnya, maka dia membutuhkan makelar untuk memasarkan dan menjualkan barang dagangannya.
Menurut Hamzah Yakub samsarah (makelar) adalah pedagang perantara yang berfungsi menjualkan barang orang lain dengan mengambil upah tanpa menanggung resiko, dengan kata lain makelar (simsar) adalah penengah antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual-beli.
Seorang makelar mesti tanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh kesalahannya. Berikut peranan makelar, antara lain :
Mengadakan pembukuan atau catatan harian mengenai perbuatan ataupun usaha-usahanya.
Menyimpan sampel atau contoh barang dalam hal jual beli dengan contoh, sampai kepada penyerahan barang yang dijualnya ataupun dibelinya.
Menyampaikan salinan surat-surat kepada hakim atau pengadilan jika itu diminta.
Menyampaikan catatan serta surat-surat bukti kepada pihak yang bersangkutan.
Bertindak sebagai seorang pemisah yang adil jika terjadi perselisihan diantara penjual dan pembeli.
Menjalankan tugas serta kewajiban dengan baik, jujur dan juga penuh rasa tanggung jawab.
Pandangan Al-qur’an terhadap Makelar
Imam Bukhari berkata: “Ibnu Sirin, Arta, Ibrahim dan Hasan memandang bahwa simsarah itu boleh.” (Nazar Bakry,1994. Problematika Pelaksanaan Fiqh).
Ibnu Abbas berkata: “tidak mengapa orang yang mempunyai barang berkata : jualah barang ini dengan harga sekian lebihnya untukmu”. ((Nazar Bakry,1994. Problematika Pelaksanaan Fiqh).
Ibnu Sirin berkata : “apabila seseorang kamu berkata : jualah barang ini sekian keuntungannya untukmu dan untukku, maka tidaklah mengapa”. (Nazar Bakry,1994. Problematika Pelaksanaan Fiqh).

Sejalan dengan pandangan para fuqaha tersebut apabila kita kembali kepada aturan pokok, maka pekerjaan  akelar itu tidak terlarang (mubah) karena tidak ada nash yang melarang. Dengan demikian antara pemilik barang dan makelar dapat mengatur sutau syarat tertentu mengenai jumlah keuntungan yang diperoleh oleh pihak makelar. Boleh dalam bentuk prosentase (komisi) dari penjualan dan boleh juga mengambil kelebihan dari harga yang tertentu oleh pemilik barang sebagai landasan hukumnya, sabda Rasul yang artinya : “perdamaian itu halal sesama muslim, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Dan bersama kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”.
Adapun sebab-sebab pemakelaran yang tidak diperbolehkan oleh Islam yaitu :
Jika pemakelaran tersebut memberikan mudharat dan mengandung kezhaliman terhadap pembeli.
Jika pemakelaran tersebut memberikan mudharat dan mengandung kezhaliman terhadap penjual.
Makelar dibolehkan dalam Islam dengan syarat-syarat tertentu. Dalil yang  membolehkan pekerjaan makelar adalah sebagai berikut :
Q.S Al-Maidah : 1
“Wahai orang-orang beriman sempurnakanlah akad-akad (janji-janji) kalian”
Pada ayat di atas, Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk
menyempurnakan akad-akad, termasuk di dalamnya menyempurnakan
perjanjian seorang pedagang dengan Makelar.
Hadist riwayat Qais bin Abi Gorzah, bahwasanya ia berkata :
“Kami pada masa Rasulullah SAW disebut dengan Samsarah (calo/makelar), pada suatu ketika Rasulullah SAW menghampiri kami, dan menyebut kami dengan nama yang lebih baik dari calo, beliau bersabda : “Wahai para pedagang, sesungguhnya jual beli ini kadang diselingi dengan kata-kata yang tidak bermanfaat dan sumpah (palsu), maka perbaikilah dengan (memberikan) sedekah” (Shahih, HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah) 
Hadist di atas menunjukkan bahwa pekerjaan calo sudah ada sejak masa
Rasulullah SAW, dan beliau tidak melarangnya, bahkan menyebut mereka sebagai pedagang.
Pekerjaan makelar hukumnya mubah atau diperbolehkan asalkan telah memenuhi ketentuan yang mengaturnya, dalam hal ini ketentuan islam yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadist, dan Ar’Royu. Pekerjaan makelar selain itu tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalah, yaitu sebagai berikut :
Pada asalnya muamalah itu diperbolehkan sampai ada dalil yang menunjukkan pada keharamannya. Kaidah ini disampaikan oleh Ulama Syafi’i, Maliki, dan Imam Ahmad.
Muamalah itu harus dilakukan atas dasar suka sama suka
Muamalah yang dilakukan itu mesti mendatangkan maslahat dan menolak madarat bagi manusia
Muamalah itu terhindar dari kezaliman, penipuan, manipulasi, spekulasi, dan hal-hal lain yang tidak dibenarkan oleh syariat.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Makelar atau samsarah yaitu perantara yang atas nama orang lain atau pemberi kuasa dimana bertugas mencarikan barang bagi pembeli dan atau menjual barang. Makekar dibolehkan oleh para ulama apabila terikat syarat yang telah disepakati. Sedangkan yang diharamkan misalanya seperti praktik-praktik yang merugikan seperti mafia tanah yang biasa juga disebut makelar dimana kerja mereka adalah memborong tanah penduduk  dengan harga semurah-murahnya,sehingga ada pihak yang dirugikan.
Sebagai contoh lain, yang dilakukan oleh para calo tiket, pada dasarnya mengambil tiket resmi untuk dijual kembali boleh-boleh saja asalkan tidak merugikan pihak konsumen. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa makelar merupakan seorang perantara yang tidak ataupun belum memiliki suatu barang, ia hanya bertugas menjualkan/mempertemukan antara si penjual dan pembeli.










DAFTAR PUSTAKA
Bakry, Nazar. 1994. Problematika Pelaksanaan Fiqh. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Hasan.Ali. 2004.Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, (fiqh muamalah). Jakarta. PT Grafindo Persada
Sabiq,Sayyid.1996.Fiqh Sunnah 12. Bandung:PT al-Ma’arif
Yakub,Hamzah.1992. Kode Etik Dagang dalam Islam:Pola Pembinaan Hidup Berekonomian. Bandung. CV Diponegoro
http://caknenang.blogspot.com/2011/04/konsep-simsarah-dalam-ekonomi-islam.html?m=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar