Selasa, 01 Desember 2020

MAKALAH TASAWUF

 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan ma’rifat menuju keabadian, saling mengingatkan antara manusia, serta berpegang teguh pada janji Allah Swt dan mengikuti syari’at Rasulullah Saw. Dalam mendekatkan diri dan mencapai riḍa-Nya. Tasawuf adalah salah satu cabang ilmu Islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual Islam. Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih menekankan aspek rohaninya ketimbang aspek jasmaninya. Dalam kaitannya dengan kehidupan, ia lebih menekankan kehidupan akhirat ketimbang dunia yang fana.

Orang yang ahli dalam tasawuf disebut seorang sufi. Sufisme atau orang-orang yang tertarik pada pengetahuan sebelah dalam, orang-orang yang berupaya mencari jalan atau praktik amalan yang dapat mengantarkannya pada kesadaran dan pencerahan hati adalah orang-orang yang mengikuti jalan penjernihan diri, penyucian hati dan meningkatkan kualitas karakter dan perilaku mereka agar mencapai tahapan (maqam) orang-orang yang menyembah Allah seolah-olah mereka melihat-Nya dan jikalau tidak Dia selalu melihat mereka. Tujuan para sufi adalah ma’rifatullah yang dalam perjalanannya melalui beberapa tahap seperti syariat, ṭarῑqah, hakekat dan ma’rifat. Ma’rifat adalah tujuan akhir dari tasawwuf, yang mana didikannya pun berpindah dari hakekat ke ma’rifat yaitu mengenal Tuhan sebaikbaiknya. Seorang sufi menekankan aspek rohaninya daripada aspek jasmaninya. Seorang sufi selalu berusaha untuk dekat dengan Tuhannya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian tasawuf?

2. Bagaimana sejarah munculnya tasawuf serta perkembangnnya?

3. Bagaimana pembagian tasawuf?

4. Apa tujuan tasawuf?

BAB II

PEMBAHASAN

 

1. Pengertian Tasawuf

Secara etimologi, kata tasawuf berasal dari kata shafa yang berarti suci, bersih atau murni. Pandangan lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata shaff yang maknanya barisan. Demikian pula ada yang mengemukakan bahwa kata tasawuf disifatkan kepada ash-shufu yang bermakna bulu atau wol kasar. Dalam pandangan lain ada pula yang mengemukakan bahwa kata tasawuf diambil dari kata sufi yang berasal dari bahasa yunani. Selain pengertian tadi, ada juga yang mengemukakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata “shaufanah” yang berarti sejenis buah-buahan kecil dan berbulu yang banyak sekali tumbuh di tanah arab.

Sama halnya dengan arti etimologi, secara terminologi arti tasawuf banyak ragamnya yang dikemukakan oleh para ahli. Di antara definisi yang dikemukakan sebagai berikut:

a. Definisi tasawuf oleh Abu Bakar al-Kattani, yang disebutkan oleh Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulum ad-Din, bahwa:

“Tasawuf adalah budi pekerti. Barangsiapa yang memberikan bekal budi pekerti atas kamu, berarti ia memberikan kekal kepadamu atas dirimu dalam tasawuf. Maka hamba yang jiwanya menerima (perintah) untuk beramal, karena sesungguhnya mereka melakukan suluk dengan petunjuk (nur) Islam. Dan orang-orang zuhud yang jiwanya menerima (perintah) untuk melakukan sebagian akhlak, karena mereka telah melakukan suluk dengan petunjuk (nur) imannya.”

b. Menurut Ma’ruf al-Kharkhi yang dinukil oleh as-Suhrawardi dalam kitabnya Awarif Al-Ma’arif, mengemukakan:

“Tasawuf adalah mengambil hakikat dan meninggalkan yang ada di tangan makhluk.”

c. Pengertian lain juga dikemukakan oleh Muhammad Amin Al-Kurdi, ia mengemukakan:

“Tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukannya dengan suluk, dan perjalanan menuju (keridhaan), Allah dan meninggalkan (larangan-Nya) menuju perintah-Nya).”

Menurut kaum sufi sendiri, mereka memberikan pengertian tasawuf sebagai berikut:

“Tasawuf pada umumnya bermakna menempuh kehidupan zuhud, menghindari gemerlap kehidupan duniawi, rela hidup dalam keprihatinan, melakukan berbagai jenis amalan ibadah, melaparkan diri mengerjakan shalat malam, dan melantunkan berbagai jenis wirid sampai fisik atau dimensi jasmani seseorang menjadi lemah dan dimensi jiwa atau rohani menjadi kuat.”

Seorang pengamal tasawuf berusaha untuk meningkatkan kualitas iman dan takwa itu dengan cara membersihkan diri rohaninya. Pembersihan diri rohani itu tentu saja punya cara untuk mencapai tujuan. Pengamal tasawuf mempunyai cara tersendiri untuk membersihkan diri rohaninya, sesuai dengan yang diajarkan Syekh Mursyid kepadanya. Tujuan pengamal tasawuf adalah untuk mendapatkan musyahadah (penyaksian) terhadap Allah SWT. Musyahadah itu yaitu mengucapkan syahadat pertama, tidak hanya dalam bentuk ‘ilmul yaqin, ‘ainul yaqin tapi harus sampai kepada haqqul yaqin. Itulah yang dinamakan ma’rifah dalam kajian tasawuf.

2. Sejarah dan Perkembangan Tasawuf

a. Sejarah Munculnya Tasawuf

Tasawuf dalam Islam, menurut ahli sejarah, sebagai ilmu yang berdiri sendiri, lahir sekitar abad ke-2 atau awal ke-3 hijriyah. Pembicaraan para ahli tentang lahirnya tasawuf lebih banyak menyoroti faktor-faktor yang mendorong kelahiran tasawuf, yaitu faktor ekstern dan faktor intern.

Pada awal munculnya Islam di Jazirah Arab, agama Islam yang didakwakan oleh Nabi Muhammad Saw tampak begitu sederhana. Formulasi ajarannya begitu mudah dipahami karena Nabi Muhammad Saw sendiri masih menjadi panutan utama atau “uswatun hasanah/central figure” bagi umat Islam, yang ajaran dan contoh teladannya dapat diberikan secara langsung tanpa perantara.

Perkembangan pemikiran filsafat dalam ikut memberi andil cukup besar untuk hidup suburnya pemikiran tasawuf dalam dunia Muslim. Para ulama tasawuf akhirnya dapat menyuguhkan konsep religio-moral yang disebut muqamat yang bersifat psikognostik yang harus dilewati oleh para sufi.

Tidak mudah rupanya mengembalikan tasawuf ke sumber aslinya. Hampir di seluruh wilayah Kerajaan Usmani Turki, gerakan tarikat dengan ciri khas “ketaatan mutlak dan taklid kepada sang guru (syaikh, mursid) tanpa reseve” mendominasi seluruh kehidupan Muslim abad ke-15 sampai dengan ke-18/19.

Latar belakang seperti itulah yang mnedorong munculnya gerakan pembaharuan dalam Islam seperti Ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim al-Jauziyah yang memperbaiki keadaan.

Timbulnya tasawuf dalam Islam bersamaan dengan lahirnya agama Islam itu sendiri. Fakta sejarah menunjukkan bahwa pribadi Muhammad Saw sebelum diangkat menjadi rasul telah berulang kali melakukan tahannuts dan khalwat di Gua Hira’. Tahannuts dan khalwat yang dilakukan Nabi bertujuan untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati untuk memperoleh petunjuk dan hidayah oleh Allah serta mencari hakikat kebenaran yang dapat mengatur segalanya dengan baik.

Adapun tentang sumber-sumber yang menjadi landasan tasawuf Islam itu ada bermacam-macam pendapat. Di antaranya ada yang berpendapat bahwa sumber tasawuf Islam adalah dari ajaran Islam itu sendiri. Ada juga yang berpendapat bahwa sumber tasawuf berasal dari Persia, Hindu Nasrani dan sebagainya. Menurut pendapat Merx, tasawuf merupakan aliran yang datang ke dalam Islam yang bersasal dari pendeta-pendeta Syam, dan masih banyak lagi pendapat lainnya.

b. Perkembangan Tasawuf

Berbagai pendapat tentang muncul daan berkembangnya tasawuf:

1. Pada abad pertama dan kedua Hijriah (Perkembangan Tasawuf pada Masa Sahabat).

Para sahabat juga mencontohi kehidupan Rasulullah yang serba sederhana, di mana hidupnya hanya semata-mata diabdikan kepada Tuhan-Nya. Beberapa sahabat yang tergolong sufi di abad pertama, dan berfungsi maha guru bagi pendatang dari luar kota Madinah, yang tertarik pada kehidupan sufi antara lain:

a. Abu Bakar Ash-Shiddiq

b. Umar bin Khattab

c. Usman bin Affan

d. Ali bin Abi Thalib

e. Salman Al-Farisy

f. Abu zar Al-Ghifary

g. Ammar bin Yasir

h. Hudzaifah bin Al-Yaman

i. Niqdad bin Aswad

2. Perkembangan Tasawuf pada masa Tabiin

Ulama sufi dari kalangan tabiin, adalah murid dari ulama-ulama sufi dari kalangan sahabat. Ada beberapa tokoh-tokoh ulama sufi tabiin, antara lain:

a. Al-Hasan Al-Bashri hidup tahun 22H – 110H

b. Rabi’ah Al-Adawiyah, wafat tahun 105H

c. Sufyan bin Said Ats-Tsaury hidup tahun 97H-161H

d. Daun Ath-Thaiy wafat tahun 165H

e. Syaqieq Al-Balkhiy; wafat tahun 194H.

3. Pada abad ketiga dan keempat Hijriah

Perkembangan tasawuf pada abad ketiga hijriah ini, terlihat perkembangan tasawuf yang pesat, ditandai dengan adanya segolongan ahli tasawuf yang mencoba memiliki inti ajaran tasawuf yang berkembang masa itu.

Perkembangan tasawuf pada abad keempat ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dibandingkan dengan kemajuannya di abad ketiga hijriyah karena usaha maksimal para ulama tasawuf untuk mengembangkan ajaran tasawuf masing-masing. Upaya untuk mengembangkan ajaran tasawuf di luar kota Baghdad. Perkembangan tasawuf di berbagai negeri dan kota tidak mengurangi perkembangan tasawuf di kota Baghdad.

4. Pada abad kelima hijriyah

Di samping adanya pertentangan yang turun temurun antara ulama sufi dengan ulama fiqh, maka abad kelima ini, keadaan semakin rawan ketika berkembangnya mazhab syiah ismailiyah yaitu suatu mazhab (paham) yang hendak mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keturunan Ali bin Abi Thalib.

5. Abad keenam, ketujuh, dan kedelapan hijriyah

Perkembangan tasawuf pada abad keebam hijriyah banyak ulama tasawuf yang sangat berpengaruh dalam perkembangan tasawuf abad ini antara lain Syihabuddin Abul Futu As-Suhrawardy wafat tahun 587H/1191M. Ia mula-mula belajar filsafat dan ushul fiqh pada Asy-syekh Al-Iman Majdudin Al-Jily di Aleppo, bahkan sebagian besar ulama dari berbagai disiplin ilmu agama di negeri itu, telah dikunjunginya untuk menimba ilmu pengetahuan dari mereka.

 

 

6. Pada abad kesembilan, kesepuluh hijriyah, dan sesudahnya

Di sini tasawuf sangat sunyi di dunia Islam, berarti nasibnya lebih buruk lagi dari keadaannya pada abad keenam, ketujuh, kedelapan hijriyah. Faktor yang menonjol menyebabkan runtuhnya ajaran tasawuf di dunia Islam yaitu:

a. Karena memang ahli tasawuf sudah kehilangan kepercayaan di kalangan masyarakat Islam, sebab banyak di antara mereka yang terlalu menyimpang di ajaran Islam yang sebenarnya.

b. Karena ketika itu, penjajah bangsa Eropa yang beragama Nasrani sudah menguasai seluruh negeri Islam. Tentu paham-paham selalu dibawa dan digunakan untuk menghancurkan ajaran tasawuf yang sangat bertentangan dengan pahamnya.

3. Pembagian Tasawuf

Secara umum para ahli tasawuf membagi tasawuf menjadi 3 macam : tasawuf akhlaki, tasawuf amali dan tasawuf falsafi. Ketiga jenis tasawuf tersebut pada prinsipnya mempunyai tujuan yang sama yaitu sama-sama ingin “mendekatkan diri kepada Allah” dengan cara membersihkan diri dari perbuatan tercela dan menghiasinya dengan perbuatan terpuji. Namun ketiga jenis tasawuf tersebut mempunyai perbedaan dalam penerapan “pendekatan” yang di gunakan.

a. Tasawuf Akhlaqi

Pada mulanya tasawuf itu ditandai dengan ciri-ciri psikologis dan moral,yaitu pembahasan analisis tentang jiwa manusia dalam upaya menciptakan moral yang sempurna. Dalam pandangan sufi,ternyata manusia depedensia kepada hawa nafsunya. Manusia dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu pribadi,bukan manusia yang mengendalikan hawa nafsunya. Kenikmatan hidup di dunia menjadi tujuan,bukan lagi sebagai jembatan emas menuju kebahagiaan sejati. Efek dari pandangan hidup seperti ini menuju kearah pertentangan manusia dengan sesama manusia, sikap ethnosentrisme, egoisme, persaingan tidak sehat, sehingga manusia lupa kepada eksistensialnya sebagai hamba Allah. Karena ekspresi manusiawinya  sebagian besar dihabiskan untuk persoalan-persoalan duniawi, menyebabkan ingatan dan perhatiannya jauh dari Tuhan.

Menurut orang sufi, untuk merehabilitir sikap mental yang tidak baik tidak akan berhasil apabila terapinya hanya dari aspek lahiriah saja. Itulah sebabnya, pada tahap-tahap awal memasuki kehidupan tasawuf, seorang kandidat diharuskan melakukan amalan dan latiha yang cukup berat, tujuannya adalahuntuk menguasai hawa nafsu, untuk menekan hawa nafsu sampai ke titik terendah dan bila memungkinkan mematikan hawa nafsu itusama sekali.

Sistem pembinaan akhlak itu mereka susun sebagai berikut:

1) Takhalli, yakni mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap duniawi.

2) Tahalli, membiasakan diri dengan sifat dan sikap serta perbuatan yang baik.

3) Tajalli, terungkapnya nur gaib bagi hati, tajjali merupakan usaha pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase sebelumnya untuk mencapai kesempurnaan kesucian jiwa.

4) Munajat, melaporkan diri kehadirat Allah atas segala aktifitas yang dilakukan

5) Zikrul maut, ingatan yang berkepanjangan tentang mati akan memancing rasa keTuhanan yang semakin dalam.

a. Tasawuf Amali

Yang disebut tasawuf ‘amali adalah keseluruhan rangkaian amalan lahiriah dan latihan olah batiniah dalam usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah, yaitu dengan melakukan macam-macam amalan yang terbaik serta cara-cara beramal yang paling sempurna. Menurut para sufi, ajaran agama itu mengandung dua aspek, lahiriah dan bathiniyah. Secara rinci, kedua aspek tersebut dibagi kedalam empat bidang sebagai berikut:

1. Syari’at, diartikan sebagai kualitas amalan lahir formal yang ditetapkan dalam ajaran agama melalui Alqur’an dan Sunnah. Syari’at adalah hukum-hukum formal atau amalan lahiriah yang berkaitan dengan anggota jasmaniah manusia, sedangkan syari’at sebagai fiqih dan syari’at sebagai tasawuf tidak dapat dipisahkan karena yang pertama adalah sebagai wadahnya dan yang kedua sebagai isinya. Karena itu ditegaskan, seorang yang salik tidak mungkin memperoleh ilmu batin tanpa mengamalkan secara sempurna amalan lahiriahnya.

2. Thariqot, kalangan sufi mengartikan thariqat sebagai seperangkat serial moral yang menjadi pegangan pengikut tasawuf dan dijadikan metoda pengarahan jiwa dan moral.

3. Hakikat, dalam dunia sufi hakikat diartikan sebagai aspek bathin dan dari syari’at,sehingga dikatakan hakikat adalah aspek yang paling dalam dari setiap amal,inti dan rahasia dari syariat yang merupakan tujuan perjalanan suluk.

4. Ma’rifat, berarti pengetahuan atau pengalaman. Dalam istilah tasawuf, diartikan sebagai pengenalan langsung tentang Tuhan yang diperoleh melalui hati sanubari sebagai hikmah langsung dari ilmu hakikat.

Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa Yang dimaksud tasawuf ‘amali, adalah pola tasawuf yang dilakukan para penganut tarekat (ashhâbut turuq) seperti mengedepankan mujâhadah, menjauhkan sifat tercela, memutuskan hubungan dengan yang lain dan menghadap Allah dengan sepenuh cita-cita.

Dalam pelaksanaannya, ada beberapa kaidah dan adab yang dirinci secara klasikal seperti hubungan murid dengan gurunya, ‘uzlah, khalwat, al-jû’ (berlapar-lapar), as-sahr (bermalam-malam/ begadang), as-shumt (berdiam diri) dan dzikir.

b. Tasawuf Falsafi

Tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang didasarkan kepada gabungan teori-teori tasawuf dan filsafat atau yang bermakana mistik metafisis, karakter umum dari tasawuf ini sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Al-Taftazani bahwa tasawuf seperti ini: tidak dapat dikatagorikan sebagai tasawuf dalam arti sesungguhnya, karena teori-teorinya selalu dikemukakan dalam bahasa filsafat, juga tidak dapat dikatakan sebagai filsafat dalam artian yang sebenarnya karena teori-teorinya juga didasarkan pada rasa. Hamka menegaskan juga bahwa tasawuf jenis tidak sepenuhnya dapat dikatakan tasawuf dan begitu juga sebaliknya. Tasawuf seperti ini dikembangkan oleh ahli-ahli sufi sekaligus filosof. Oleh karena itu, mereka gemar terhadap ide-ide spekulatif. Dari kegemaran berfilsafat itu, mereka mampu menampilkan argumen-argumen yang kaya dan luas tentang ide-ide ketuhanan.

Tasawuf falsafi merupakan ajaran tasawuf yang memadukan antara visi mistis dengan  visi rasional. Tasawuf falsafi berbeda dengan tasawuf akhlaki dan amali. Sebab tasawuf falsafi menggunakan term filsafat dalam  mengungkap ajarannya. Terminologi tersebut berasal dari berbagai macam ajaran filsafat yang  mempengaruhi tokoh-tokoh sufi. Dengan adanya term-term filsafat dalam tasawuf ini menyebabkan bercampurnya ajaran filsafat dan ajaran-ajaran dari luar  Islam seperti Yunani, India, Persia, Kristen dalam ajaran tasawuf Islam. Tetapi perlu diketahui  bahwa orisinalitas  tasawuf tetap ada dan tidak hilang. Sebab para sufi tersebut  menjaga kemandirian ajarannya.

Walaupun tasawuf falsafi banyak menggunakan term filsafat, namun tidak  bisa dianggap sebagai filsafat. Sebab ajaran dan metodenya dipadukan pada rasa (zauq). Sebaliknya tidak dikategorikan sebagai tasawuf murni, sebab ajarannya sering diungkap  dalam bahasa  filsafat yang  sering cenderung   pada pantaisme.

4. Tujuan Tasawuf

Tujuan terpenting dari tasawuf adalah bagaimana berada sedekat mungkin dengan Allah. Paling tidak ada tiga sasaran “antara” dari tasawuf bila dilihat dari karakteristik  tasawuf.

Pertama, tasawuf bertujuan pembinaan aspek moral. Aspek ini meliputi mewujudkan kestabilan jiwa yang berkesinambungan, penguasaan dan pengendalian hawa nafsu sehingga manusia konsisten kepada keluhuran moral. Tasawuf yang bertujuan moralitas ini pada umumnya bersifat praktis. Kedua, tasawuf bertujuan ma’rifatullah melalui penyingkapan langsung atau metode kasyf al-ijab. Tasawuf jenis ini sudah bersifat teoretis dengan seperangkat ketentuan khusus yang diformulasikan secara sistematis-analistis. Ketiga, tasawuf bertujuan membahas bagaimana sistem pengenalan dan pendekatan diri kepada Allah secara mistisfilosofis, pengkajian garis hubungan antara Tuhan dan makhluk terutama hubungan manusia dengan Tuhan dan apa arti dekat dengan-Nya.

Dapat dirumuskan bahwa tujuan akhir dari sufisme adalah etika murni atau psikologi murni dan atau keduanya secara bersamaan yaitu:

a. Penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak mutlak Tuhan, karena dialah penggerak utama dari semua kejadian di alam ini.

a. Penanggalan secara total semua keinginan pribadi dan melepaskan diri dari sifat-sifat jelek yang berkenaan dengan kehidupan duniawi.

b. Peniadaan kesadaran terhadap “diri sendiri” serta pemusatan pada perenungan terhadap Tuhan semata.


BAB III

PENUTUP

 

Kesimpulan

Tasawuf adalah ilmu yang mengandung ajaran-ajaran tentang kehidupan keruhanian, kebersihan jiwa, cara-cara membersihkannya dari berbagai penyakit hati, godaan nafsu, kehidupan duniawi, cara-cara mendekatkan diri kepada Allah seta fana dalam kekekalan-Nya sehingga sampai kepada pengenalan hati yang dalam akan Allah. Sufi adalah orang yang menjalankan tasawuf.

Tasawuf bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah walaupun dalam perkembangannya dipengaruhi oleh unsur asing. Tasawuf telah berkembang sejak akhir abad ke dua Hijriah walaupun pada abad pertama hijriyah telah kelihatan dalam bentuk kehidupan asketis (zuhud) yang dipraktekkan Rasulullah dan para sahabat.

Tujuan akhir mempelajari ajaran tasawuf adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah) dalam rangka mencapai ridha-Nya, dengan mujahadah malalui latihan (riyadhah) spiritual dan pembersihan jiwa, atau hati (tazkiyah al-anfus).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. 2012. Ilmu Tasawuf. Jakarta: AMZAH.

Nasution, Ahmad Bangun dan Rayani Hanum Siregar. 2013. Akhlak Tasawuf.                  Jakarta: Rajawali Pers.

Nur, Dzamaan, 1998. Tasawuf dan Tarekat Naqsyabandiyah. Medan: USU Pers.

http://nurel-hakim.blogspot.com/2011/04/dimensi-tasawuf-dalam-islam.html diakses pada tanggal 06 Februari 2020 pukul 14.32

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar